SEJARAH MASUKNYA GONG LOGAM KE PULAU ROTE (GONG PELLO KILA)
Oleh : Sonny Pellokila
Gong Logam adalah alat musik yang terbuat dari leburan logam (perunggu dan tembaga) dengan permukaan yang bundar. Kata Gong berasal dari Bahasa jawa, yaitu Agong. Sejarah membuktikan bahwa Gong logam berasal dari luar wilayah Nusantara, yaitu Vietnam dan Tiongkok. Pada tahun 1930, bukti dari peninggalan asal usul Gong ditemukan di daerah pinggiran sungai Desa Ma provinsi Thanh Hoa, Vietnam Utara. Bukti yang ditemukan tersebut berbentuk gendang perunggu (tutupnya berasal dari logam tembaga) yang dikisarkan berumur 500 – 100 SM. Penemuan gong dalam bentuk lain yaitu di Yunnan (Tiongkok) tahun 200 SM. Orang tiongkok sudah memainkan sederet gendang perunggu.
Sementara itu bagaimana dengan asal usul gong logam di Nusantara?. Pada kurun waktu 500 awal Masehi, gendang perunggu masuk ke Nusantara sebagai salah satu alat barter yang digunakan dalam perdagangan. Gong Logam diyakini mulai menjadi salah satu alat musik tradisional di pulau Jawa sejak abad 12. Gendang (kendang) perunggu atau Gong bisa dijumpai pada kepulauan Nusantara, seperti Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa, Selayar, Seram, Kei dan pulau lain di Maluku, Rote dan pulau lain di Nusa Tenggara Timur, dan di Papua.
Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa gong logam masuk ke pulau Rote dibawa oleh pedagang-pedagang dari Makassar. Pendapat ini dapat dibenarkan berdasarkan fakta sejarah, apabila Gong tersebut sudah masuk ke pulau Rote sebelum VOC mengikat kontrak dengan beberapa Nusak di pulau Rote. Sejak VOC mengikat kontrak dengan beberapa Nusak di pulau Rote pada tahun 1662, 1681, 1700 dan 1756, salah satu item dari perjanjian kontrak tersebut adalah larangan bagi para pemimpin dari masing-masing Nusak untuk berdagang dengan pihak lain, selain VOC. Dengan adanya kontrak-kontrak ini, menutupi peluang bagi Portugis dan pedagang-pedagang dari Makassar atau pedagang-pedagang lainnya untuk berdagang dengan para penguasa dari masing-masing Nusak di pulau Rote.
GONG LOGAM YANG MASUK KE PULAU ROTE MERUPAKAN HADIAH DARI GUBERNUR JENDERAL BELANDA DI BATAVIA KEPADA MANEK PELLO KILA DI TERMANU PADA TAHUN 1682
Daghregister (Catatan harian VOC) melaporkan bahwa Oenale, dan Dengka memberontak melawan VOC bersama sekutunya, yaitu Osipoko (Lelain) dan Termanu. Untuk menghadapi pemberontakan ini, maka pada tahun 1681, VOC membentuk pasukan gabungan yang terdiri dari orang-orang Timor (Kupang, Sonbai Kecil dan Amabi). Kemudian setelah ekspedisi pasukan ini tiba di Termanu-Rote, pasukan dari Termanu dan Osipoko (Lelain) bergabung dengan pasukan tersebut. Komandan ekspedisi pasukan gabungan VOC dipimpin oleh “Blanckelaar”.
Mereka pergi mencari musuh, beberapa di antaranya bersembunyi di gua-gua di bagian pegunungan pulau Rote. Pada akhirnya pasukan gabungan VOC mengamankan 42 musuh lainnya tetapi tidak dapat membersihkan semua gua musuh. Ketika perlawanan berhasil ditekan, manek dari Oenale harus memenuhi permintaan VOC untuk sejumlah budak. Kemudian di tahun yang sama manek Oenale melaporkan bahwa dia tidak dapat memenuhi permintaan VOC tersebut karena rakyatnya telah dibantai di permukiman mereka atau dibunuh di gua oleh Sonbai. Sepertiga dari rumah di nusaknya sekarang kosong karena kekurangan orang.
Setelah itu, beberapa bulan kemudian dalam tahun yang sama, Leli yang merupakan bagian dari wilayah Termanu memberontak melawan VOC. Van Dam dalam bukunya yang berjudul Beschryvinge van de Oostindische (Vol. II: 258-259) menceritakan tak lama sebelum waktu itu, "wilayah Leli" dihukum karena pemberontakannya dan sekitar 500 orang ditawan untuk kepentingan budak VOC. Hal ini menyebabkan ketakutan di seluruh Rote sehingga para "manek (raja)" pemberontak lainnya mencari perdamaian.
Atas kemenangan dan kesetiaan para penguasa dari pulau Timor dan Rote terhadap beberapa peristiwa yang telah terjadi dalam tahun 1681 di pulau Rote, mereka meminta beberapa penghargaan dari Gubernur Jenderal VOC di Batavia melalui sebuah surat tertanggal 20 Oktober 1681. Dalam Daghrgister (Catatan harian VOC) 1681, mencatat sebuah surat dari manek Pello Kila dari Termanu dan beberapa penguasa lainnya di Timor (Ama Susang regent Kupang, Ama Tomananu regent Sonbai kecil dan Amataram regent Amabi) yang ditujukan kepada Gubernur Jenderal Belanda di Batavia (De Haan 1919:617-618). Dalam isi surat tersebut menyatakan bahwa semua penguasa meminta sejumlah emas sebagai tanda kesetiaan kepada VOC dan sebagai tambahan, manek Pello Kila dari Termanu (pulau Rote) meminta seperangkat bendera dan Gong logam.
Gong Logam masuk ke pulau Rote, Termanu sekitar tahun 1682. Hal ini dapat dibuktikan melalui surat balasan dari Cornelis Speelman sebagai Gubernur Jenderal VOC di Batavia tertanggal 10 Maret 1682 kepada penguasa di pulau Timor (Kupang, Sonbai Kecil, Amabi) dan Rote (Termanu) sesuai permintaan mereka dalam surat sebelumnya tertanggal 20 Oktober 1681. Inti dari isi surat tersebut adalah pemberian hadiah kepada para penguasa di pulau Rote dan Timor sesuai permintaan mereka bersama dengan hadiah lainnya, yaitu seperangkat bendera dan Gong Logam kepada manek Pello Kila dari Termanu (Fruin-Mees 1928:262-264). Selanjutnya generasi pada masa itu di Termanu, memberikan nama Gong tersebut dengan nama “Gong Pello Kila”.
Sumber:
1919, D.F. De Haan. Dagh-Register Gebouden Int Casteel Batavia, 1681 (page 617-618)
1928. W.Fruin-Mees. Dagh-Register Gebouden Int Casteel Batavia, 1682 (page 262-264)
1927, P. Van Dam. Beschryvinge van de Oostindische Compagnie (Vol. II page 258-259)
1971, T. O. Beidelman. The Translation of Culture: Essays to E E Evans-Pritchard (page 63-64)
2012, Hans Hagerdal. Lords of the land. Lords of the sea. Conflict and adaptation in early colonial Timor, 1600-1800 (page 226-227)
2019, Tradisinesia. Jadi Salah Satu Bagian Gamelan, Gong Bukan Berasal dari Indonesia.
Arsip Nasional Republik Indonesia. Treasures from the the 17th and 18th VOC archive ( Diplomatic Letters 1625-1812)