PERTEMPURAN “SEMBILAN KALI SELAMA SEMBILAN TAHUN” (HEO KALE WAHI ) ANTARA TIMU DAN SEBA

PERTEMPURAN “SEMBILAN KALI SELAMA SEMBILAN TAHUN” (HEO KALE WAHI ) ANTARA TIMU DAN SEBA

Oleh : Sonny Pellokila

Sejak zaman dulu kedua keluarga baik dari kerajaan Timu (Dimu) maupun Seba sudah saling bermusuhan. Akibat dari permusuhan ini timbul dendam yang membara antara kedua keluarga dari generasi ke generasi berikutnya, dimana mereka hanya menunggu waktu yang tepat untuk saling membalas dendam. 

Ama Hebe Hili Haba adalah seorang raja yang berasal dari Timu dan tinggal di kampung Tu Doka Iba. Konon, Hebe Hili Haba memiliki pedang emas (hemala melalara) yang diberi nama “dui riwu”. Ada beberapa raja dari wilayah lain di Sabu yang percaya bahwa “dui riwu” bukanlah nama pedang tapi nama seorang putri dari raja Ama Hebe Hili Haba yang memiliki paras yang sangat cantik. 

Salah satu putra raja Seba yang bernama Djara Lomi Riwoe ingin meminang putri itu. Untuk itu, Djara Lomi Riwoe pergi ke Timu. Setibanya di Timu, raja Timu dan istrinya menerima dengan baik, dan mereka meminta agar Djara Lomi Riwoe dapat menginap selama lima (5) hari sebelum menerima dekrit lebih lanjut. 

Pada malam kelima pukul dua belas, ketika Djara Lomi Riwoe sedang tidur, tiba-tiba pedang emas dijatuhkan ke lehernya sehingga dia meninggal. Ketika raja Seba mendengar kematian putranya, dia memutuskan untuk menghukum Timu (Dimu). Raja Seba mengirimkan sejumlah pria ke Timu untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai siapa pembunuh putranya.

Sesampai mereka di Timu, para pria dari Seba ini terus menggali informasi kepada rakyat kecil di Timu tentang berita kematian putra raja Seba dan siapa pembunuhnya. Kemudian tanpa sengaja mereka bertemu dengan raja Timu. Raja Timu bertanya kepada mereka apa yang kalian cari, lalu mereka menjawab kepada raja Timu bahwa kami mencari kerbau kami yang hilang. Kemudian raja Timu memberitahu kepada mereka bahwa hewan-hewan kerbau yang kamu cari tidak ada disini, dan akhirnya mereka kembali ke Seba setelah melakukan tugas mata-mata. 

Setelah kembali ke Seba, mereka melaporkan kepada raja bahwa mereka belum mendapatkan informasi yang valid tentang siapa yang membunuh Djara Lomi Riwoe namun yang pasti dia telah meninggal. Kemudian raja Seba meminta informasi lebih lanjut kepada leluhur. 

Selanjutnya raja Seba mengirimkan pasukan ke Timu untuk berperang, sedangkan raja tinggal tetap bersama para wanita dan anak-anak di kediamannya. Pertempuran itu sengit dan banyak yang tewas diantara kedua belah pihak. Itulah sebabnya pertempuran ini disebut "heo kale wai", karena berlangsung sembilan kali selama sembilan tahun, yaitu waktu yang sangat lama.

Di lapangan pertempuran, mereka menemukan seorang gadis dan ternyata putri ini adalah anak dari Fetor Timu. Mereka lalu menangkapnya dan membawa ke Seba. Untuk membalas dendam kematian Djara Lomi Riwoe. Bagian kepala dari putri ini dipenggal di suatu tempat yang bernama Kota Loba dan dibawa ke Nade Ae, tempat kediaman raja Seba. Keesokan harinya diadakan ritual, dimana dalam ritual ini, kulit kepala dari sang putri dikupas dan diletakan bawah batu laut (agar Timu tidak pernah mengangkat kepalanya melawan Seba). Kepalanya dipanggang dan lemak yang menetes dicampur dengan makanan lokal, dan dimakan oleh para pasukan (agar mereka berani), tengkorak digantung di pohon. 

Akhirnya rakyat Seba mendirikan kampung lain di Kolo Liti Wadu Bari, tetapi anak buah Timu mengepung kampung itu selama setahun. Ketika raja Seba meninggal, kampung tersebut menyerah dan banyak yang dibawa sebagai budak di Timu (Dimu).

Cerita ini di kutip dari tulisan F. H. Van de Wetering tahun 1926 dalam artikelnya yang berjudul De Savoeneezen (Page 565-566).

Keterangan: Gambar diatas tidak terkait dengan figur dan profil masing-masing raja yang tergambar dalam cerita yang dimaksud (Heo Kale Wahi).

Tags

Top Post Ad

Copyright © 2022 By Media Kota News.com | Powered and Design By Media Kota News.com