SIAPA SEBENARNYA RAJA KUPANG PADA AWAL ABAD 17

SIAPA SEBENARNYA RAJA KUPANG  PADA   AWAL ABAD 17

Oleh : Sonny Pellokila

Prof. Adolf Bastian (kebangsaan Jerman) dalam bukunya yang berjudul “Indonesien Oder Die Inseln Des Malayischen Archipel” mengatakan bahwa turunan dari Nissi Bässi kemudian menjadi raja Kupang. Dibawah raja Bässi Nissi II (putra dari raja Bässi Nissi I), orang-orang Kupang pindah ke pulau Semau (Bastian 1884:10). Dalam tradisi lokal Helong, Nissi Bässi dapat dikenal sebagai “Lissin Bissi”, dan Bässi Nissi dapat dikenal sebagai “Bissi Lissin” (Catatan : Buku dari Adolf Bastian merupakan referensi tertua yang menceritakan tentang eksodus etnis Helong ke Kupang). 

Ada 2 hal yang perlu ditelusuri lebih lanjut dari statement Adolf Bastian berdasarkan referensi-referensi yang ada, yaitu (1) siapa ini Bässi Nissi I (Bissi Lissin I)? dan (2) Siapa ini Bässi Nissi II (Bissi Lissin II) yang memindahkan orang-orang Kupang ke pulau Semau?.

Menurut Soh & Indrayana dalam buku mereka yang berjudul “Timor Kupang, dahulu dan sekarang” mengatakan bahwa Lissin Bissi mempunyai anak yang bernama Bissi Lissin. Bissi Lissin mempunyai anak yang diberi nama Koen Besi atau Koen Lai Bissi dengan gelar Koen Am Tuan atau Koen besar. Dia inilah sesudah menjadi raja (Lahi) mendirikan/membuat pagar batu untuk mengelilingi tempat kediamannya (Soh & Indrayana 2008:26). Namun menurut H.G. Schulte Nordholt, pagar tersebut dibangun oleh Frei António de São Jacinto pada tahun 1645 (Nordholt 1971:167). 

Dari buku Soh & Indrayana dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan Bässi Nissi II (Bissi Lissin II) dalam buku Adolf Bastian adalah “Koen Lai Bissi”, sedangkan Bässi Nissi I (Bissi Lissin I) adalah Bissi Lissin. Oleh karena itu, Koen Lai Bissi dapat dikenal juga sebagai Bässi Nissi II (Bissi Lissin II) yang memindahkan orang-orang Kupang ke pulau Semau.

Timbul suatu pertanyaan, pada tahun berapa orang-orang Kupang pindah ke pulau Semau?

H.G. Schulte Nordholt dalam bukunya yang berjudul “The political system of the Atoni of Timor” mengatakan bahwa pada tahun 1653 sebagian penduduk Kupang pindah ke pulau Semau di bawah pimpinan Ama Pono II dan Ama Besi (Nordholt 1971:322). Selanjutnya Hans Hagerdaal dalam bukunya berjudul “Lords of the land, Lords of the sea. Conflict and adaptation in early colonial Timor, 1600-1800” mengatakan bahwa Ama Pono II tidak keberatan menerima tambahan penduduk dari pengikut Ama Besi di Kupang, tetapi dia meminta agar sebagian dari populasi penduduk di Kupang dikirim ke pulau Semau, karena tidak semua orang bisa mencari nafkah di tanah sekitar benteng Concordia yang jauh dari subur. Hal ini dilakukan, dan selanjutnya pemukiman permanen penduduk Kupang di pulau Semau telah dimulai. Peristiwa migrasi ini terjadi pada tahun 1653. Ama Pono II berkuasa sebagai raja Kupang dari 1649-1659 (Hagerdaal 2012:95;203-204;417). Dari buku Nordholt dan Hagerdaal dapat diketahui bahwa Bässi Nissi II (Bissi Lissin II) yang dimaksud oleh Adolf Bastian dalam bukunya, dan Koen Lai Bissi yang dimaksud oleh Soh & Indrayana dalam bukunya adalah “Ama Pono II”. Oleh karena itu, Bässi Nissi II (Bissi Lissin II) atau Koen Lai Bissi dapat dikenal juga sebagai Ama Pono II yang memindahkan orang-orang Kupang ke pulau Semau pada tahun 1653 sesuai alasan diatas.

Jika disinkronkan dengan statement Hagerdaal tentang masa jabatan Ama Pono II sebagai raja Kupang, maka Bässi Nissi II (Bissi Lissin II) atau Koen Lai Bissi menjabat sebagai raja Kupang dari 1649-1659. Tentunya hal ini bertentangan dengan statement dari J.J. Detaq yang biasa disapa dengan Aco Detaq. Aco Detag mengatakan bahwa raja Kupang pada awal abad 17 adalah KoEn Lai Bissi (Detaq 1972:6). Dari kalimat “awal abad 17” yang dikatakan oleh Aco Detaq membuktikan bahwa statement tersebut tidak didukung dengan referensi yang kuat atau hanya sebuah perkiraan atau prediksi, apalagi hasil seminar oleh J.J. Detaq dengan judul “Memperkenalkan Kota Kupang” tidak dipublikasikan. 

Selanjutnya Hans Hagerdaal dalam buku yang sama menggambarkan bahwa menurut Fiedler, Ama Pono II adalah cucu dari Ama Pono I, tetapi sebuah surat oleh opperhoofd Von Plüskow dari tahun 1760, tampaknya menyiratkan bahwa Ama Pono II adalah putra dari Ama Pono I (Catatan kaki Hagerdaal 2012:94;95). Penguasanya Ama Pono I tampaknya dibunuh atas dorongan Portugis pada tahun 1619, ketika dia membuat perjanjian dengan VOC. Tampaknya Ama Pono I adalah orang yang menerima perwakilan VOC di Kupang pada tahun 1613 (Hagerdaal 2012:94).

Dari gambaran Hagerdaal dapat ditelusuri, apakah Ama Pono II adalah cucu dari Ama Pono I atau Ama Pono II adalah putra dari Ama Pono I?. Menurut Adolf Bastian, raja Bässi Nissi II (Bissi Lissin II) adalah putra dari raja Bässi Nissi I atau Bissi Lissin I (Bastian 1884:10). Sedangkan menurut Soh & Indrayana, Koen Besi atau Koen Lai Bissi dengan gelar Koen Am Tuan atau Koen besar adalah putra dari Bissi Lissin (Soh & Indrayana 2008:26). Melihat uraian diatas bahwa Ama Pono II dapat dikenal juga sebagai Bässi Nissi II (Bissi Lissin II) atau Koen Lai Bissi, maka dengan demikian Ama Pono II adalah putra dari Ama Pono I. Raja Ama Pono I yang dibunuh atas dorongan Portugis pada tahun 1619, ketika dia membuat perjanjian dengan VOC dapat dikenal juga sebagai Bässi Nissi I (Bissi Lissin I) atau Bissi Lissin. 

Dari sini dapat dipastikan bahwa raja Kupang pada awal abad 17 adalah Ama Pono I yang juga dikenal sebagai Bässi Nissi I (Bissi Lissin I) atau Bissi Lissin. Ama Pono I atau Bissi Lissin (Bässi Nissi I) adalah raja Kupang yang menerima utusan VOC (Willem Jacobsz ) pada bulan Maret 1613 (Keijzer 1858:103-104). Kemudian Ama Pono I atau Bissi Lissin adalah raja Kupang yang menyatakan siap menerima agama Kristen bersama rakyatnya dan bersedia memberikan sebidang tanah kepada VOC untuk membangun benteng disitu sesuai isi surat dari Apollonius Schotte tentang Penanganan Solor kepada Dewan Hindia Belanda di Banten tertanggal 5 Juli 1613 (Grothe 1890:28). 

Pada tahun 1645, Portugis memutuskan untuk menetap di Kupang. Frei António de São Jacinto sekali lagi menjadi negosiator. Raja Kupang bersama istrinya dibaptis dengan nama Dom Duarte dan Donna Mariana. Pada tanggal 29 Desember 1645, mereka menandatangani syarat dalam bentuk surat untuk tunduk kepada Portugal (A.T de Matos 2005: 6). Mereka yang dimaksud disini adalah mereka yang menandatangai surat tersebut, antara lain : Dom Duarte, Dona Mariana, Dom Manoel, de Amatriao (Ama Pono II) dan de Ama Besi (Leitão 1948:210). Oleh karena itu dalam beberapa dokumen Portugis, Ama Pono II atau Koen Lai Bissi atau Bissi Lissin II dikenal juga sebagai Amatriao. Saudara laki-laki dari Dona Mariana adalah orang-orang hebat di kerajaan Kupang. Orang-orang hebat yang dimaksud adalah Koen Lai Bissi atau Bissi Lissin II atau Ama Pono II bersama saudara-saudara dan putra-putranya (Fernandes 1931:28). 

Menurut Hagerdaal, Dom Duarte menjadi raja Kupang pada tahun 1645 (Hagerdaal 2012:94;417). Dom Duarte, sepertinya berasal dari komunitas Amabesi (tanpa spasi) yang pro Topass dan mempunyai hubungan yang harmonis dengan Frei António de São Jacinto pada waktu itu. Kehadiran Ama besi dalam penandatanganan surat untuk tunduk kepada Portugal pada tahun 1645, membuktikan bahwa antara Dom Duarte dan Ama Besi punya ikatan garis keturunan. Setelah Dom Duarte meninggal pada awal tahun 1646, tahun-tahun berikutnya Ama Besi membelot dari Portugal (Topas) dan bersama pengikutnya (komunitas Amabesi) datang mencari perlindungan kepada VOC di benteng Concordia pada tahun 1653. Intinya bahwa dibawah kepemimpinan Bässi Nissi II (Bissi Lissin II) atau Koen Lai Bissi yang dapat dikenal juga sebagai Ama Pono II, orang-orang Kupang pindah ke pulau Semau pada tahun 1653.

Berikut ini, turunan dari Lissin Bissi yang menjadi raja Kupang pada era VOC, versi Hagerdaal (Hagerdaal 2012:417):

(1) Bissi Lissin atau Ama Pono I (Meninggal 1619), putra dari Lissin Bissi 

(2) Koen Lai Bisi atau Bissi Lissin II atau Ama Pono II, putra dari Bissi Lissin atau Ama Pono I (1649-1659).

(3) Mauritus Ama Pot, putra dari Koen Lai Bissi (1659-1660).

(4) Ama Susang, putra dari Koen Lai Bissi (1660-1673), Regent atau kepala pemerintahan (1673-1698).

(5) Pono Koi, putra dari Koen Lai Bissi (1673-1691).

(6) Ama Tomananu, putra dari Pono Koi (1698-1731)

(7) Lasi Tepak, turunan dari Koen Lai Bissi (1760-1770)

(8) Nai Manas, putra dari Lasi Tepak (1770-1785)

(9) Kolang Tepak, saudara dari Lasi Tepak (1785-1786)

(10) Tepak Lasi, putra dari Lasi Tepak (1786-1795)

(11) Susang Manas, putra dari Nai Manas (1795-1803)

Catatan : Raja Kupang di luar garis keturunan Lissin Bissi adalah

(1) Dom Duarte, menantu dari Bissi Lissin atau Ama Pono I (1645)

(2) Buni, cucu dari Ama Besi (1732-1749)

(3) Karel Korang atau Karel Buni, putra dari Buni (1749-1760)

Sumber:

1858, Dr. S. Keijzer. Francois Valentijn’s. Oud en nieuw Oost-Indien. Derde Deel.

1884, Adolf Bastian. Indonesien Oder Die Inseln Des Malayischen Archipel.

1890, J.A. Grothe. Archief Voor De Geschiedenis Der Oude Hollandsche Zending. De Molukken, 1603-1624. Volume 4-6. 

1931, Alíbio José Fernandes. Esbôço histórico e do estado actual das missões de Timor e.

1948, Humberto Leitão. Os Portugueses em Solor e Timor de 1515 a 1702.

1971, H.G. Schulte Nordholt. The political system of the Atoni of Timor.

1972, J.J. Detaq. Memperkenalkan Kota Kupang (Tidak dipublikasi).

2005, Artur Teodoro de Matos. Tradição e inovação na administração das ilhas de Solor e Timor; 1650-1750.

2008, A. Z. Soh, Maria N. D. K. Indrayana . Timor Kupang, dahulu dan sekarang.

2012, Hans Hagerdaal. Lords of the land, Lords of the sea. Conflict and adaptation in early colonial Timor, 1600-1800.

Tags

Top Post Ad

Copyright © 2022 By Media Kota News.com | Powered and Design By Media Kota News.com