ASAL MULA NAMA OETETE
Oleh Sonny Pellokila
Nama “Oetete” sebagai nama dari wilayah pemerintahan (desa Oetete), muncul pertama kali pada tahun 1953, ketika status kota Kupang disamakan menjadi sebuah kecamatan berdasarkan SK. Mendagri tanggal 22 Oktober 1953 No. PUD 5/16/46. Desa-desa yang termasuk dalam kecamatan kota Kupang pada waktu itu, adalah desa Nunbaun Delha, Nunhila, Fatufeto, Mantasi, Airmata, Fontein , Bonipoi, Solor, Merdeka , OEtete dan OEba (Leirissa dkk 1983:52).
Salah satu kampung yang paling besar dalam wilayah desa Oetete adalah “kampung baru”. Saya yang menulis cerita ini, kebetulan lahir di kampung ini. Kampung baru dihuni oleh sebagian besar orang Rote, khususnya Rote Termanu. Ada beberapa versi cerita lokal tentang asal mula nama Oetete, salah satunya yang diceritakan dibawah ini. Cerita ini termasuk dalam kategori cerita legenda.
Dalam wilayah desa Oetete, dulunya terdapat beberapa gua. Salah satu gua tersebut dihuni oleh seorang nenek (nenek perempuan) yang berasal dari Noemuti. Nenek ini diasingkan ke gua tersebut karena mengidap sebuah penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian bagi orang-orang disekitarnya. Gua ini merupakan tempat perawatan bagi dirinya, sekaligus sebagai tempat isolasi. Setiap hari ada hamba-hambanya datang mengantarkan makanan baginya, tidak sedikit hamba-hamba tersebut meninggal akibat tertular penyakit dari nya. Dia sangat merindukan untuk bertemu dengan anak-anak dan cucu-cucunya namun tidak diijinkan oleh penguasa Timor yang menempati Kupang saat itu. Dalam kerinduan ini, dia selalu "meneteskan" air mata selama puluhan tahun sampai pada kematiannya. Setelah kematiannya, selalu ada air yang menetes dari langit-langit gua tersebut. Air yang "menetes" dari langit-langit gua tersebut, dipercaya oleh sebagian orang-orang Timor bahwa itu adalah "tetesan" air mata dari seorang nenek yang diasingkan ke dalam gua itu sampai pada kematiannya. Mengingat nenek ini berasal dari Noemuti, gua ini diberikan nama “Oetete” oleh komunitas Timor (Saubaki) yang menempati sonaf Naime (Lokasi sonaf Naime saat ini telah berubah menjadi rumah jabatan wakil gubernur NTT). Oe=air dan Tete = Nenek (dalam bahasa Dawan versi Noemuti).
Gua ini pernah disurvei oleh orang-orang Belanda pada tahun 1885. Berdasarkan fakta dan hasil survei, gua Oetete termasuk masuk dalam “gua stalaktit”. Stalaktit merupakan sebuah kata yang dalam bahasa Yunani artinya adalah "menetes". Stalaktit ini merupakan suatu jenis mineral sekunder yang letaknya menggantung berada di langit-langit gua. Gua yang ditumbuhi stalaktit ini pun adalah gua kapur. Stalaktit ini keras dan termasuk ke dalam “batu tetes”. Stalaktit ini dapat terbentuk dari kalsium karbonat yang mengendap, dan juga mineral-mineral lainnya yang mengendap pada larutan air yang bermineral. Di lantai gua terdapat Stalagmit. Stalagmit merupakan pembentukan lantai gua secara vertikal (dari atas ke bawah) yang berasal dari air-air yang "menetes" dari langit-langit gua. Oleh karena itu, gua ini disebut dengan “gua stalaktit Oetete” (Droms 1927:105).
Pada tanggal 19 September 1886, Gubernur Jenderal Hindia Belanda mengeluarkan Staadblaad no. 171 tahun 1886 tentang penetepan batas-batas Kota Kupang (Grenzen Van De Hoofdplaats Koepang). Dalam Staatsblad ini, gua stalaktit Oetete merupakan salah satu tempat atau titik batas terakhir dari batas-batas Kota Kupang. Tulisan asli dalam staatblad No. 171 tahun 1886 yang terkait dengan gua stalaktit Oetete berbunyi demikian, ten Oosten : de lijn gaande langs den Oostelijken kampongrand van Passir-pandjang (aan het strand gelegen) Zuidwestwaarts langs de Noordwestzijde der druipsteengrot “Oitete“ tot aan den Noordoosthoek van kampong "Konino" (Boudewijnse & Soest 1890: 468). Versi yang agak sedikit berbeda dari batas-batas kota Kupang dapat ditemukan dalam buku Sejarah Sosial Kota Kupang, Daerah Nusa Tenggara Timur (1945-1980), dimana batas-batas kota Kupang sebelah Barat ke arah Tenau sampai Kampung Nunhila; Ke sebelah Timur ke arah Pasir Panjang batas sampai di dekat Kantor Sinode GMIT; Kejurusan Air Mata sampai di Jembatan Gantung di Mantasi; dan ke jurusan "Kuanino" batasnya di "Rumah Sakit Tentara" sekarang (Leirissa 1983:28).
Arti dari Oetete tidak dapat diterjemahkan secara lurus, bahwa Oetete adalah air-nenek (Oe=Air dan Tete=Nenek), namun sebagai simbol dari air yang menetes dari atas langit gua adalah tetesan airmata dari seorang nenek yang menjalani penderitaan sepanjang hidupnya dalam gua tersebut, sehingga arti dari Oetete adalah “air yang menetes atau tetesan air”. Arti ini, sesuai dengan fakta dalam gua itu, dimana dari langit-langit gua selalu ada air yang menetes ke lantai gua (batu tetes).
Gua Oetete yang dulunya berfungsi sebagai tempat perawatan orang sakit menular, kemudian pada era akhir pemerintah Hindia Belanda, di bangun sebuah Rumah Sakit di lokasi sekitar gua dan kawasaanya yang berfungsi untuk merawat orang sakit. Peletakan Batu Pertama (Eerste Steenlegging) pembangunan rumah sakit tersebut pada 21 Oktober 1938 dan sempat terhenti ketika pendudukan Jepang pada tahun 1942. Pada era pasca kemerdekaan RI, Rumah Sakit tersebut kemudian dikenal dengan Rumah Sakit Tentara (RST) Wirasakti, Kupang. Rumah Sakit Tentara (RST) Wirasakti selalu mengalami pengembangan kawasan Rumah Sakit dari tahun ke tahun, terutama dari sisi pengembangan bangunan dan lahan. Oleh karena itu, apakah diatas gua tersebut telah didirikan bangunan, atau gua tersebut telah ditimbun demi pengembangan bangunan, atau gua tersebut masih eksis, belum diketahui lebih lanjut. Inilah yang masih menjadi misteri sampai saat ini.
Inti dari cerita ini, bahwa nama Oetete berasal dari nama gua Oetete (gua stalaktit Oetete). Oetete artinya “ air yang menetes atau tetesan air”. Pada tahun 1953, nama Oetete resmi digunakan sebagai nama desa yang disebut dengan desa Oetete . Inilah kisah singkat asal mula nama “Oetete”.
Sumber :
1887, Staatsblad van Nedrlandsch-Indie. Grenzen-Timor. Grenzen ven de hoofdplaats Koepang No.171, 1886
1890, J.Boudewijnse & G.H. Van Soest. Staasbladen van Nederlandsch Indie, Bewerkt en Met Aaanteekeningen Voorzien. Achtste Deel, 1884-1888.
1927. Pieter van Droms. Stalactietengrotten op het eiland Timor.
1983. M. Soenjata Kartadarmadja, Kuntowidjojo dan R.Z. Leirissa. Sejarah Sosial di Daerah Nusa Tenggara Timur, 1945-1980.