ASAL MULA NAMA SIKUMANA

ASAL MULA NAMA SIKUMANA

Oleh : Sonny Pellokila

Pada awal tahun 1752, sebagian dari penduduk Sonbai yang digerakkan oleh Dom Alfonso Salema (kaisar Sonbai Besar) bergerak menuju dataran tinggi di atas Amarasi sebagai persiapan untuk membelot kepada Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Perusahaan Hindia Timur Belanda di Kupang. Bersama dengan raja Amarasi, mereka harus memaksa Amnuban untuk bergabung dengan mereka dengan ancaman jika Amnuban tidak mengikuti, mereka akan membunuh orang-orang Amnuban di tempatnya. Namun rencana itu bocor dan pihak VOC segera menangkap Dom Alfonso Salema (Nai Bau Sonbai)  pada 19 Maret 1752, tanpa perlawanan apa pun (Hagerdaal 2012:372). 

Kemudian VOC menyerang kembali Amarasi dan berhasil menguasai  Banteo atau Pahluman. Bagian wilayah Amarasi yang direbut dahulu oleh raja Amarasi dari raja Helong. VOC membagi-bagikan dua wilayah  tersebut kepada keempat raja baru di sekitar Kupang yang menjadi sekutu setia VOC (Doko 1981:23). Kekalahan para pembelot menstabilkan posisi VOC, tetapi pembunuhan sebagian penduduk Amarasi ternyata membawa dampak yang beragam bagi VOC. Beberapa yang selamat dinyatakan sebagai budak dan tawanan perang, sementara yang lain dimukimkan kembali di selatan Kupang (Heijmering 1847:164-165). Dengan kekalahan Amarasi pada tahun 1752, hutan Amarasi menjadi hutan bebas, dan sekutu VOC dengan senang hati memanfaatkan kekayaan hutan tersebut yang terdiri dari kayu cendana,  lilin lebah dan lain-lain (Fiedler 1931:4;31). 

VOC dan sekutunya mengambil kesempatan untuk membalas dendam selama satu abad permusuhan dengan Amarasi. Raja tua, Dom Luís Hornay de Roza (dalam tradisi lokal Amarasi dikenal sebagai Esu Rasi), menyetujui pertemuan untuk membahas syarat penyerahan diri. Namun, ketika perwakilan sekutu VOC mendekati gua tempat dia berada, raja memerintahkan para pengikutnya untuk membunuh mereka (Hagerdaal 2012:372-373). VOC dan sekutunya dengan kekuatan yang lebih besar, akhirnya kembali ke gua tersebut dan berhasil menangkap raja Amarasi. Menurut I.H. Doko, raja Amarasi dikurung dalam  Straf-kwartier (penjara) di Kupang, dimana Straf-kwartier  tersebut dalam kalangan rakyat Amarasi dikenal dengan nama  Kartel, dan meninggal di penjara tersebut dalam tahun 1752 (Doko 1981:23;Hagerdaal 2012:420).

Pada akhir 1752, kerajaan Amarasi untuk sementara dipulihkan kembali oleh VOC dibawah kepemimpinan Dom Affonço Hornay (dalam tradisi lokal Amarasi dikenal sebagai Kiri Rasi atau Baki Ktuta) yang merupakan putra dari Dom Luís Hornay de Roza. Namun Amarasi bukan lagi domain yang signifikan seperti dulu lagi karena hanya tinggal beberapa ratus pria berbadan sehat. Hal ini menimbulkan hambatan baru bagi VOC, terutama dalam implementasi corvée (Hagerdaal 2012:374).

Corvée adalah tenaga kerja paksa yang tidak dibayar dan bersifat sementara. Corvée diberlakukan oleh VOC untuk kepentingan pekerjaan umum sebagai pengganti pajak. Amarasi merupakan salah domain yang baru dipulihkan sehingga tidak dikenakan pajak daerah oleh VOC, namun sebagai penggantinya, raja Amarasi wajib berkontribusi tenaga kerja paksa untuk kepentingan pekerjaan umum. Dengan kondisi hanya beberapa ratus pria berbadan sehat, akhirnya raja Amarasi melibatkan perempuan sebagai tenaga kerja paksa. 

Tenaga kerja paksa dari Amarasi dipekerjakan di Kupang, terutama untuk jenis pekerjaan pembakaran kapur, pembuatan batu bata, pekerjaan jalan untuk kaum adam dan perkebunan sayur, padi, tembakau untuk kaum hawa (Doko 1981:21). Berdasarkan cerita lokal, pada waktu sekembalinya tenaga kerja paksa tersebut dari Kupang ke Amarasi, mereka diperiksa secara ketat di pos terakhir VOC sekitar 2,5 km dari mata air Oepura ke arah Amarasi. Pos itu terletak dibawah sebuah pohon besar yang rindang dan di awal tanjakan jalan berbatu. Di pos tersebut, tenaga kerja paksa ini diperiksa secara ketat.  Kain mereka disingkap untuk diperiksa, apakah membawa atau menyembunyikan sesuatu atau tidak, dimana dapat merugikan pemberi kerja. 

Dari sinilah, orang-orang Amarasi sering menyebut pos terakhir VOC tersebut dengan nama Siuk-mana yang artinya buka lalu lihat atau buka lalu periksa. Siuk=Buka dan Mana=Lihat. Atau dalam istilah bahasa Kupang bilang : buka ko liat ambel atau buka ko periksa ambel. Istilah Siukmana kemudian mulai berubah sejak orang Rote menempati Siukmana. Etnis Rote yang menempati Siukmana sering menyebutnya dengan Sikumana. 

Sekitar dari 1882-1890, Sikumana hanya terdiri dari sekitar tiga puluh rumah orang-orang Rote yang tidak sedap dipandang, alias daerah kumuh. Seiring bertambahnya waktu, seluruh kampung  Sikumana terdiri dari para emigran orang-orang Rote. Ternak yang dicuri dari tempat yang jauh, terutama ternak besar (kuda, sapi dan kerbau)  disembunyikan dan disembelih di sana dan di beberapa tempat lainnya, terutama di pemukiman orang-orang Rote yang lebih ke barat. Di Sikumana ketika anda sudah menapaki jalan menanjak, dan setelah melewati paal lebih jauh, jika anda melihat ke belakang anda, maka anda akan melihat pemandangan teluk Kupang yang indah, pulau Kèra, Burung dan Tikus (G.Kolff 1892: 203).

Memang di setiap perkampungan atau kampung, dikepalai seorang kepala yang bergelar Kepala Kampong (Temukung), tetapi karena kepala kampung Sikumana dipilih dari kalangan perantau (emigran) dari Rote, maka tepatlah dikatakan di sini: “tel maître tel valet”. Dalam bahasa Perancis diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, bunyinya seperti ini : ”seperti tuan seperti pelayan” (G.Kolff 1892: 203). Inilah kisah singkat “asal mula nama Sikumana”.

Sumber :

1847, G. Heijmering. Bijdragen tot de geschiedenis van Timor, Tijdschrift van Nederland. 1892, G. Kolff. Tijdschrift voor het binnenlandsch bestuur, Zevenoe Deel.

1931, Hermann Fiedler. Hans Albrecht v. Plüskow als Oberhaupt von Timor; Geschich te eines kleinen Kontors der V.C.O, 1758-1761.

1939, P. Middelkoop. Amarassisch-Timoreesche teksten, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap.

1981, I.H. Doko. Pahlawan-pahlawan suku Timor.

2012, Hans Hagerdaal. Lords of the land, Lords of the sea. Conflict and adaptation in early colonial Timor, 1600-1800.

Tags

Top Post Ad

Copyright © 2022 By Media Kota News.com | Powered and Design By Media Kota News.com