SEORANG GADIS DIKORBANKAN UNTUK KAIMAN DALAM RITUAL KOYBA YANG DILAKUKAN OLEH RAJA KUPANG DI KLAIBE (KUPANG BARAT)

SEORANG GADIS DIKORBANKAN UNTUK KAIMAN DALAM RITUAL KOYBA YANG DILAKUKAN OLEH RAJA KUPANG DI KLAIBE (KUPANG BARAT)

Oleh : Sonny Pellokila 

Dalam buku “Koepang Tempo Doeloe”, Ishak Arries Luitnan (2012) menggambarkan tentang kisah penyebrangan suku Helong dengan menggunakan rakit dan perjalanan darat dari satu lokasi ke lokasi seperti Tutuala, Baucau, Dili, Atapupu, dan lain-lain. Eksodus ini dipimpin oleh Koen Lai Bissi dan Lissin Lai Bissi. Salah satu pimpinan rombongan, yaitu Koen Lai Bissi yang sedang berendam mandi di Pantai Amboka/Tutuala berubah fisiknya menjadi seekor buaya. Hal yang berbeda terdapat dalam buku “Indonesien Oder Die Inseln Des Malayischen Archipel”, Adolf Bastian (1884) menggambarkan tentang tiga bersaudara pindah dari Belu ke Kupang dan meninggalkan seorang saudara laki-laki mereka yang bernama Bässi-manas di dalam air karena penyakit kulitnya, di mana muncul ekor pada bagian belakangnya dan selanjutnya dia berubah menjadi buaya (Bastian 1884:10). 

Menarik untuk dicatat bahwa penguasa Kupang memiliki hubungan khusus dengan buaya (Nordholt 1971:322). Suku Helong mempunyai suatu kepercayaan mistis tentang buaya, bahkan para pangeran Kupang percaya bahwa buaya adalah nenek moyang atau leluhur mereka (Buddingh 1861:297). Caiman atau kaiman adalah nama yang digunakan oleh orang Helong bagi sejenis buaya yang mempunyai habitat di teluk Kupang dan sekitarnya. Gigi kaiman tidak seperti gigi buaya, kaiman sering memakan mangsanya dengan cara menelan seluruh tubuh mangsanya secara langsung, sedangkan buaya merobek-robek mangsanya kemudian baru ditelan. Menurut Hans Hagerdaal pada catatan kakinya dalam buku “Lords of the land, Lords of the sea. Conflict and adaptation in early colonial Timor, 1600-1800”, kaiman adalah sebuah species sejenis Alligatoridae namun tidak termasuk dalam keluarga Crocodylidae (Hagerdaal 2012:105).

Koyba adalah suatu ritual penobatan penguasa Kupang, dimana seorang gadis perawan harus dikorbankan untuk seekor kaiman. Kemudian gadis tersebut dianggap menikah dengan kaiman (Nordholt 1971:322). Jika gadis tersebut tidak perawan, kaiman akan mengembalikan gadis tersebut di pantai (Bastian 1884:8). Ritual Koyba diselenggarakan setiap dekade (Shoberl 1824:40). Biasanya terjadi pada tahun ketiga pada masa berkuasa seorang raja. 

Selain di pulau Semau, ada beberapa tempat di daratan Timor barat yang pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Kupang. Pertama adalah Kai Salun (Disekitar benteng Concordia Kupang), kemudian di Atrai dan Oeleta, dan terakhir di Klaibe yang terletak diujung barat pulau Timor (Kupang barat). Pada masa raja Kupang yang bernama Nai Manas berkuasa (1770-1785), Nai Manas menjadikan Klaibe sebagai kota utama suku Helong dan pusat pemerintahan kerajaan Kupang di pulau Timor, walaupun pada tahun 1771, Nai Manas telah pindah dan tinggal menetap di pulau Semau dengan mayoritas rakyatnya. Jumlah penduduknya diperkirakan paling banyak 3.000 jiwa (Veth 1855:139).

Pada tahun 1773, Nai Manas menyelenggarakan ritual Koyba di Klaibe tanpa sepengetahuan  opperhoofd Barend W. Fokkens. Pada saat itu, hadir Jean Baptiste Pelon pada ritual tersebut. Jean Baptiste Pelon atau Pilon adalah seorang insinyur militer di Timor dari tahun 1770 hingga 1777 (De Graaf 1963:84). Berikut ini adalah salinan dari artikel Van Hogendorp tahun 1784 (Nordholt 1971:322), di mana dia menulis tentang ritual Koyba di Klaibe pada saat penobatan raja Kupang:

Jean Baptiste Pelon menyaksikan langsung ritual Koyba di Klaibe pada tahun 1773. Menurut Pelon, orang-orang Helong memiliki takhayul yang serius terhadap kaiman, mereka membayangkan diri mereka berasal dari kaiman atau percaya bahwa mereka adalah turunan dari kaiman. Mereka sering memberikan persembahan kepada kaiman dengan mengarahkannya ke tepi pantai melalui panggilan-panggilan (teriakan) tertentu dan memberikannya beberapa potongan daging. Kaiman yang sudah terbiasa dengan panggilan-panggilan tertentu pasti akan muncul untuk menemukan mangsanya. Raja dan rakyatnya menunjukkan kehormatan khusus kepada kaiman pada tahun ketiga memerintah dan setiap kali kenaikan takhta seorang cucu. Mereka berkumpul dalam jumlah besar di suatu tempat di pantai Klaibe yang khusus disucikan untuk ritual ini, dimana ritual itu mereka sebut dengan Koyba. Korban sebagai kurban adalah seorang gadis muda perawan yang mereka kenakan dengan pakaian yang seindah mungkin, menghiasinya dengan bunga. Mereka mengikat gadis malang itu pada sebatang kayu di pantai beserta seekor babi berbulu merah, kelapa, pinang dan sirih dimana raja dan keluarganya tidak pernah menyentuh barang-barang itu sebelumnya. Kemudian mereka memanggil kaiman-kaiman melalui panggilan-panggilan (teriakan) tertentu dan melempar potongan-potongan daging ke laut. Ketika kaiman-kaiman itu datang, kaiman langsung menelan korban atau mangsanya dan membawanya pergi ke laut untuk dijadikan istrinya, jadi mereka percaya bahwa mereka adalah turunan dari kaiman. Mereka meyakinkan Pelon bahwa kaiman mampu membedakan apakah gadis tersebut masih perawan atau tidak, dan jika tidak perawan lagi maka pada suatu kesempatan, kaiman akan membawa kembali gadis tersebut ke pantai dengan selamat. 

Jean Baptiste Pelon menanyakan alasan kebiasaan biadab ini kepada Nai Manas sebagai raja Kupang pada waktu itu. Dia tidak tahu bagaimana memberikan jawaban kepada Pelon, namun yang dia sampaikan kepada Pelon bahwa hal ini merupakan tradisi atau kebiasaan lama, mungkin rasa malu membuatnya tidak memberi tahu apa sebenarnya alasan dari tradisi ini dilakukan. Ketika hal ini diketahui oleh opperhoofd Barend W. Fokkens, beberapa hari kemudian, dia menghukum raja Kupang dan regentnya (kepala pemerintahan), dan kepada mereka berdua dikenakan denda yang bayarkan kepada VOC (Nordholt 1971:322-323).

Setelah mendengarkan kisah sepenuhnya tentang ritual Koyba di Klaibe dari Jean Baptiste Pelon, Opperhoofd Barend W. Fokkens mengeluarkan surat kepada raja Helong untuk meniadakan atau menghilangkan tradisi ritual tersebut selamanya, sepanjang pihak VOC masih berkuasa di Timor en Onderhooriheden (Timor dan wilayah taklukkannya). 


Sumber : 

1824, Frederic Shoberl. The Asiatic islands and New Holland: a description of the various tribes by which they are inhabited. (World in miniature).Volume II, Timor. 

1855, P.J. Veth. Het eiland Timor (The lsland of Timor). 

1861, Steven Adriaan Buddingh. Reizen over Java, Madura, Makasser, enz gedaan gedurende  het  tijdvak van 1852-1857. Volume 3.

1884, Adolf Bastian. Indonesien Oder Die Inseln Des Malayischen Archipel. 

1971, H.G. Schulte Nordholt. The Political System of the Atoni of Timor.

2012, Ishak Arries Luitnan. Koepang Tempo Doeloe. kisah eksodus etnik Helong dari Nusa Ina, penghuni pemula Kaisalun, Bunibaun, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.

2012, Hans Hagerdaal. Lords of the land, Lords of the sea. Conflict and adaptation in early colonial Timor, 1600-1800.

Tags

Top Post Ad

Copyright © 2022 By Media Kota News.com | Powered and Design By Media Kota News.com