LEGENDA MADJAPAHI DI PULAU RAIJUA
Oleh Sonny Pellokila
Figur Madjapahi yang dikenal dalam legenda Madjapahi di pulau Raijua adalah manusia setengah dewa, bahkan orang-orang Raijua meyakini bahwa Madjapahi adalah orang pertama penghuni pulau Raijua, sehingga disebut sebagai leluhur atau nenek moyang pertama dari orang-orang Raijua, dan kemudian keturunan dari Madjapahi di pulau Raijua disebut dengan Niki Madja.
Madjapahi sering disingkat dengan madja atau maja oleh penduduk Raijua (Niki Madja) sebagai sebutan atau panggilan kesayangan dan hormat kepada leluhur mereka. Ada beberapa peninggalan yang diyakini oleh orang-orang Raijua adalah peninggalan Madjapahi sebagai leluhur mereka. Ada sebuah bekas telapak kaki Madjapahi pada sebuah batu yang disebut batu maja (wowadu madja), Ada sawah maja dan sumur maja di Daihuli dan sebuah baju maja di rumah warga. Di sebuah rumah adat di desa Nadega terdapat baju perang, tempat duduk, kalewang pendek (parang) dan tombak yang diyakini oleh penduduk setempat sebagai peninggalan Madjapahi.
Disamping itu, untuk menyembah dan menghormati leluhur, mereka selalu melakukan ritual adat sebagai bagian dari tradisi, seperti: Hidu badda madja ( tangkap hewan maja), pehere jara madja, (pacuan kuda), nuni kowa madja (menurunkan perahu maja ke laut). Tradisi lainnya, yaitu ada kewajiban bagi setiap rumah tangga di Raijua untuk memelihara babi merah dan babi hitam (wawi maja), dimana pada saat tertentu akan dikumpul untuk di persembahkan kepada leluhur mereka melalui ritual adat (content dari ritual adat tersebut adalah untuk memperingati kelahiran anak-anak hasil perkawinan dari Madjapahi dan Beni Kedo).
Berdasarkan fakta-fakta yang ada, seperti : (1) baju maja, sumur maja, batu maja, dan sawah maja, (2) barang-barang sakral yang diyakini sebagai peninggalan Madjapahi di rumah adat di desa Nadega, (3) ritual-ritual adat sebagai bagian dari tradisi untuk menyembah dan menghormati Madjapahi sebagai leluhur atau nenek moyang, (4) dari sisi bahasa, ada unsur kata madja atau maja, mojo, medo, mada, pahe, (5) ada kemiripan kata antara nama Madjapahi (leluhur orang-orang Raijua) dan Majapahit (kerajaan di pulau Jawa yang pernah berjaya pada abad 14), dan (6) tanpa pengenalan yang jelas dan utuh tentang figur Madjapahi sebagai leluhur atau nenek moyang orang-orang Raijua, banyak orang mulai berupaya untuk menghubungkan fakta-fakta ini dengan eksistensi kerajaan Majapahit dengan patih Gadjah Mada yang pernah berjaya pada abad 14 di seluruh Nusantara. Dari upaya ini, kemudian tercipta atau muncul suatu image dan opini bahwa pengaruh kerajaan Majapahit di pulau Raijua sangat kuat.
Sebagai contoh, dipulau Raijua terdapat bekas sebuah telapak kaki Madjapahi di batu maja yang merupakan nenek moyang Niki Madja, namun kebanyakan orang mengatakan bahwa itu bekas telapak kaki Gadjah Mada sehingga sampai pada suatu kesimpulan sementara, bahwa seolah-olah Gadjah Mada dari kerajaan Majapahit pernah menginjakkan kakinya di pulau Raijua. Contoh terakhir, setiap 6 tahun sekali, ada ritual yang diadakan oleh salah satu udu di Raijua, yaitu udu Nadega yang diberi julukan Ngelai untuk membawa korban persembahan kepada Madjapahi sebagai neneka moyang mereka ke pulau Dana. Hal ini ditafsirkan oleh beberapa orang bahwa Madjapahi yang dimaksud adalah kerajaan Majapahit sehingga sampai pada suatu kesimpulan sementara bahwa tradisi seperti ini membuktikan bahwa seolah-olah orang-orang di Raijua, khususnya udu Nadega mempunyai hubungan yang erat dengan kerajaan Majapahit di pulau Jawa.
LEGENDA MADJAPAHI
Cerita tentang Madjapahi sebagai nenek moyang orang Sabu, telah diceritakan oleh orang-orang Sabu kepada F. H. Van de Wetering sejak tahun 1919-1924 dari sudut pandang pribadi berdasarkan cerita turun temurun. Didalam cerita ini, berisi tentang opini, pandangan dan ekspresi pribadi tentang Madjapahi, dan kemudian oleh F. H. Van de Wetering dicatat dan dibukukan dalam sebuah artikel yang berjudul “De Savoeneezen”. Cerita ini, termasuk dalam ketegori cerita legenda. Berikut ini, cerita tentang legenda Madjapahi yang diringkas dari artikel yang berjudul “De Savoeneezen”:
Ada beberapa versi menurut cerita legenda tentang asal usul Madjapahi yang merupakan nenek moyang orang Sabu. Versi pertama, Madjapahi muncul dari laut ketika air bah besar terjadi. Dia membawa sejumlah air dan berjalan di sekitar pulau Sabu dan Raijua. Madjapahi mendistribusikan air ke setiap tempat di pulau itu, sehingga terakhir dia datang ke Mesara dengan hampir tidak ada air yang tersisa. Itulah sebabnya Mesara sangat kering hingga saat ini. Akhirnya Madjapahi memilih pulau Raijua sebagai tempat tinggalnya. Di Raijua, Madjapahi kawin dengan seorang dewi yang bernama Beni Kedo. Dari perkawinan itu lahirlah keturunan mereka di Raijua, karena itulah mereka menamakan diri mereka dengan “Niki Madja”.
Versi kedua, menceritakan bahwa Madjapahi dan Beni Kedo turun dari surga dan mendarat di pulau Raijua. Saat itu langit dan bumi masih berdekatan, sehingga tidak sulit untuk turun. Kemudian ketika mereka berdua memiliki anak, ada dua anak laki-laki yang mengangkat langit dengan tongkat. Nama mereka adalah Hila dan Naga. Dari Hila dan Naga inilah, keturunan Madjapahi semakin berkembang di Raijua. Karena itulah penduduk di Raijua disebut dengan “Niki Madja”. Untuk mengingat nenek moyang mereka, mereka mempersembahkan babi hitam dan babi merah kepada Madjapahi sebagai nenek moyang mereka melalui ritual adat dalam kurun waktu tertentu.
Pada suatu waktu, salah satu generasi keturunan dari Madjapahi yang bernama Hawu Miha memisahkan diri dari Niki Madja dan pergi ke pulau seberang. Dia bersama saudara perempuannya yang bernama Piga Rai menyebrang ke pulau besar (pulau Sabu), namun mereka berdua menempuh jalur yang berbeda melalui laut. Karena diberkati dengan karunia dan mukjizat, akhirnya mereka berdua tiba di pulau besar dengan selamat. Tempat pertama kali mereka berdua bertemu kembali di pulau besar itu disebut Dinamata. (Saat ini, Dinamata dikenal dengan lanskap atau domain Seba). Disinilah keturunan Hawu Miha dan Piga Rai beranak pinak. Oleh karena itu keturunan dari mereka menamakan diri mereka dengan “Do Hawu” sebagai tanda bahwa mereka imigran pertama yang datang ke pulau besar itu (pulau Sabu).
Dari legenda tentang Madjapahi di pulau Raijua, membuktikan bahwa tidak ada relasi yang signifikan antara Madjapahi di pulau Raijua dengan Gadjah Mada dan kerajaan Majapahit di pulau Jawa (Jawa Timur). Mengapa dikatakan seperti ini, sebab : (1) Dari sisi figur, Madjapahi adalah manusia setengah dewa yang datang dari surga atau versi lain muncul dari laut, sedangkan Gadja Mada adalah panglima (patih) kerajaan Majapahit. (2). Dari sisi obyek, Madjapahi menggambarkan obyek dari nenek moyang pertama orang Raijua sehingga orang-orang Raijua selalu melakukan ritual-ritual adat kepada nenek moyang mereka, sedangkan Majapahit menggambar obyek dari sebuah kerajaan yang pernah berjaya pada abad 14. (3). Dari sisi tempat, Madjapahi berada di pulau Raijua, sedangkan kerajaan Majapahit di pulau Jawa (Jawa Timur).
Referensi : 1926. F. H. Van de Wetering. De Savoeneezen.