DOKTER OCTAVIANUS LEONARDUS FANGGIDAE, PEMUDA DARI BABAU ASAL ROTE TERMANU YANG MENETAP DI BELANDA
Oleh : Sonny Pellokila
STOVIA adalah sekolah untuk pendidikan dokter pribumi di Batavia pada zaman kolonial Hindia Belanda. STOVIA didirikan pada tanggal 2 Januari 1849 bersadarkan surat keputusan Gubernemen No. 22. Kalau kita memperhatikan daftar lulusan Sekolah Dokter Djawa atau STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) semenjak 1877 hingga 1926, maka kita akan menemukan beberapa nama anak daerah asal Nusa Tenggara Timur yang merupakan jebolan dari STOVIA. Nama-nama itu, antara lain : (1) J.R. Pello (lahir tahun 1884) asal Pariti dan lulus pada 01-11-1907; (2) O.L. Fanggidae (lahir tahun 1895) asal Babau dan lulus pada 23-05-1918; dan (3) W.Z. Johannes (lahir tahun 1896) asal Termanu (Rote) dan lulus pada 29-11-1920 (Kartadarmadja 1980:82;86;87).
Tampaknya semua nama dan marga ini (J.R. Pello, O.L. Fanggidae, dan W.Z. Johannes), asal-usul leluhur atau nenek moyang mereka berasal dari Rote, Termanu. Mengapa dikatakan demikian?, sebab melihat dari wilayah-wilayah yang ditempati, seperti : Pariti dan Babau adalah wilayah-wilayah tempat tinggal orang Rote Termanu, korban pergolakan Hoiledo di Termanu. Peristiwa di Hoiledo mulai bergolak sejak tahun 1785, dimana suku Ingu Fao yang menempati Hoiledo ingin memisahkan diri dari nusak Termanu, mengikuti jejak Keka dan Talae yang telah memisahkan diri dari Termanu pada tahun 1772 (Fox 1971:65). Akibat konflik yang berkepanjangan dengan penguasa Termanu pada waktu itu (selama 32 atau 33 tahun), maka residen Hazaart mengambil suatu kebijakan untuk memobilisasi orang-orang dari Ingufao dan Hoiledo ke Babau dan Pariti. Sekitar 300 hingga 400 orang dari Ingu Fao yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak (Nafi Saduk dan pengikutnya) dimobilisasi dari Termanu ke Babau pada tahun 1816 atau 1817. Sekitar 200 orang dari Hoiledo (terdiri dari pria, wanita dan anak-anak) dimobilisasi dari Termanu ke Pariti pada 1818 atau 1819 (Niks 1887:96-97).
O.L. Fanggidae dengan nama lengkap “Octavianus Leonardus Fanggidae” lahir di Oninama, Babau dari rahim seorang ibu yang bernama “Casparina Makatita” pada 06 Oktober 1895 dan dibaptis pada 27 Juni 1897 di gereja Babau. Casparina Makatita adalah seorang keturunan Indo Eropa, dimana statusnya dinyatakan setara dengan orang-orang Eropa melalui pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 09 Januari 1883 dalam Staatblad no. 16 tahun 1883. Dengan adanya pengakuan ini, hak, tuntutan dan kewajiban dari Casparina Makatita, sepenuhnya disamakan dengan orang Eropa. Ayah dari O.L. Fanggidae bernama “Johannes Fanggidae”. J. Fanggidae adalah seorang “guru injil” (guru agama Kristen Protestan) di Babau. J. Fanggidae juga menulis beberapa artikel, antara lain : (1) Tata Bahasa Rote, diterbitkan tahun 1892 dengan judul “Rottineesche Spraakkunst”, (2) Tjeritera Peroempamaan dalam bahasa Melayu dan terjemahannya dalam bahasa Rote dengan judul Tutui Nakasasamak Ala, diterbitkan tahun 1894 dan (3) Injil Lukas dalam bahasa Rote, diterbitkan tahun 1895 dengan judul “Het Evangelie van Lucas Vertaald in Het Rottineesche”.
Octavianus Leonardus Fanggidae mempunyai beberapa saudara-saudari, yaitu : Louise Marianne Fanggidae, Willem J. Fanggidae, David Fanggidae, Anna Fanggidae, Maria Wilhelmina (Mia) Fanggidae, Jans Cornelia Fanggidae, Gottlieb Fanggidae, Betje Theodora Fanggidae.
Dari Gottlieb Fanggidae bersama istrinya (Machteld Paulsdr. Mael ), lahirlah Francisca Casparina Fanggidae (seorang wanita tangguh dan pejuang yang sosoknya dilupakan dalam sejarah pada era “orde baru” pemerintahan RI). Artis Reza Rahadian merupakan cucu dari Francisca Casparina Fanggidae.
O.L. Fanggidae terinspirasi oleh gagasan bahwa penduduk asli harus diberi hak yang sama. Sikap nasionalisnya bahkan telah membawanya ke dalam konflik dengan pemerintah. Pengangkatan pertamanya sebagai seorang dokter di tempatkan di pulau Kangean, kepulauan Kangean dalam usia dua puluh empat (24) tahun. Pulau Kangean adalah sebuah tempat yang tertinggal dan terpencil pada waktu itu. Pengangkatannya sebagai dokter Gouvernement Indisch dengan gaji 150 gulden sebulan mulai berlaku pada 26-3-1919 (Nijgh & Van Ditmar 2005:209;225). Saat ini, kepulauan Kangean masuk dalam wilayah administrasi kabupaten Sumenep, propinsi Jawa Timur.
O.L. Fanggidae meninggalkan Kangean pada 23-6-1920. J.B. Sitanala menggantikan Fanggidae di Kangean. Alasan Fanggidae meninggalkan Kangean dan pergi ke Surabaya sehubungan dengan rencana pernikahannya (Nijgh & Van Ditmar 2005:209;225). Selanjutnya Fanggidae menetap di Tulungagung, Kediri. Karena status ibunya, Casparina Makatita setara dengan orang-orang Eropa, maka O.L Fanggidae juga mengajukan hal tersebut kepada pemerintah Hindia Belanda. Pada tanggal 18-5-1921, status O.L. Fanggidae menjadi setara dengan orang-orang Eropa melalui staatblad no. 311 tahun 1921. Beberapa saudara-saudari dari O.L. Fanggidae juga mendapat pengakuan yang sama dari pemerintah Hindia Belanda adalah Louise Marianne Fanggidae tinggal di Ba’a, Rote, Gottlieb Fanggidae tinggal di Surabaya, Beetje Theodora Fanggidae tinggal di Bolsward, janda dari Markus Balzouman (Van Veen 2014:28).
Fanggidae menjabat sebagai kepala Dinas Kesehatan distrik Lombok dari 1 Juni 1922 sampai 1 Juli 1949 pada masa pemerintahan Hindia Belanda, dan dari 1 Juli 1949 sampai 1 Juni 1953 pada masa pemerintahan Indonesia (Nijgh & Van Ditmar 2005:225).
Pandangan-pandangan dan pemikiran dibidang kesehatan dari Octavianus L. Fanggidae yang selalu bertentangan dengan pemerintah pada pasca era kemerdekaan RI, membuat dirinya dinilai sebagai orang yang menganut paham komunis. Apalagi salah satu keponakannya yang bernama Francisca C. Fanggidae menikah dengan Sukarno yang merupakan seorang anggota dewan dari Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia). Organisasi Pesindo pada waktu itu (1950) berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia, dan mengubah namanya menjadi Pemuda Rakyat, dan Francisca C. Fanggidae merupakan salah satu pengurus inti dalam organisasi tersebut. Oleh karena itu, tahun-tahun sebelum menjelang peristiwa Gerakan 30 September 1965-PKI, gerak-gerik mereka dan keluarganya selalu diawasi oleh pemerintah yang berkuasa saat itu.
Pada tanggal 22 Juli 1965, dr. Octavianus L. Fanggidae tiba di Belanda. Dia mengajukan naturalisasi kepada pemerintah kerajaan Belanda karena dia memiliki paspor No : 305/1933 bekas Nederlandsch Indie, pernah menjabat sebagai kepala Dinas Kesehatan distrik Lombok dari 1 Juni 1922 sampai 1 Juli 1949 pada masa pemerintahan Hindia Belanda, dan dari 1 Juli 1949 sampai 1 Juni 1953 pada masa pemerintahan Indonesia. Selain itu, dia juga memilki tanda kehormatan sebagai Ksatria Ordo Oranye Nassau berdasarkan K.B. dd. 23 Agustus 1948 No. 54, dan status dirinya telah setara dengan orang-orang Eropa melalui staatblad no. 311 tahun 1921. Pada akhirnya pengajuan naturalisasi tersebut disetujui oleh pemerintah kerajaan Belanda.
Octavianus L. Fanggidae meninggal di Leiden, Belanda pada 6 Oktober 1967. Inilah kisah singkat dari dokter Octavianus Leonardus Fanggidae, pemuda dari Babau asal Rote Termanu yang memutuskan untuk menetap di Belanda.
Sumber :
1884, Staatblad Van Nederlandsch-Indie Over Het Jaar 1883
1887, J.F. Niks. De Rottineesche nederzettingen op Timor. Mededeelingen Van Wege Het Nederlandsche Zendelinggenootschap.
1971, James J. Fox. A. Rotinese Dyanastic Genealogy : Structure dan Event. The Translation of Culture: Essays to E E Evans-Pritchard.
1980, M. Sunjata Kartadarmadja. Prof. Dr. Wilhelmus Zakharias Johannes.
2005, Nijgh & Van Ditmar. Kees Snoek, E. du Perron. Het leven van een smalle mens.
2014, Tjaart Schillhorn van Veen. Index van namen in de Ordonnanties betreffende gelijkstelling (1870-1919) en toepasselijk verklaring (1920-1949) in de Staatsbladen van Ned.-Indië.